A. Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia
Agama dan kebudayaan Hindu-Budha pada awalnya tumbuh dan
berkembang di wilayah India. Peradaban tersebut
tumbuh di lembah sungai Indus, yang perkembangannya sudah terjadi sejak kurang
lebih 2000 tahun yang lalu.
Pada awalnya kebudayaan Hindu merupakan perpaduan antara
bangsa Arya (yang merupakan sekelompok pendatang) dengan bangsa Dravida (pendukung
asli kebudayaan lembah Indus). Sebagai agama, Hindu bersifat Polytheisme yaitu percaya pada banyak
dewa. Dalam agama Hindu dikenal adanya 3 dewa utama yang disebut Trimurti
(Brahma, Wisnu, Syiwa).
Jauh setelah Hindu berkembang di India kemudian juga muncul
agama dan kebudayaan Budha. Agama Budha diajarkan SidhartaGautama, putra raja Sudana
dari kerajaan Kapilawastu. Agama Budha memiliki hari besar Waisak. Hari raya Waisak ini memperingati tiga peristiwa yaitu
kelahirannya Sidharta, Sidartha menerima penerangan agung, dan juga wafatnya
sang Budha. Agama Budha pernah berpengaruh besar di India. Agama ini mengalami
perkembangan pesat di India pada masa pemerintahan raja Asoka. Pada masa
pemerintahannya agama budha dijadikan sebagai agama resmi Negara.
Dalam perkembangan selanjutnya agama dan kebudayaan
Hindu-Budha tidak hanya berkembang di India, namun juga ke wilayah Indonesia.
B. Hipotesis Masuknya Agama Hindu Budha ke Indonesia
Teori tentang masuknya kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada
dasarnya dapat dibagi dalam dua pandangan. Pendapat pertama menekankan pada
peran aktif dari orang-orang India dalam
menyebarkan Hindu-Budha (teori Waisya,
teori Ksatria, dan teori Brahmana. Pendapat kedua mengemukakan peran aktif
orang-orang Indonesia dalam
menyebarkan agama Hindu-Budha di Indonesia (teori Arus Balik).
1. Teori Waisya
Teori Waisya dikemukakan oleh NJ. Krom yang menyatakan bahwa golongan Waisya
(pedagang) merupakan golongan terbesar yang berperan dalam menyebarkan agama
dan kebudyaan Hindu-Budha. Para pedagang yang sudah terlebih dahulu
mengenal Hindu-Budha datang ke Indonesia selain untuk berdagang mereka juga
memperkenalkan Hindu-Budha kepada masyarakat Indonesia. Karena pelayaran dan
perdagangan waktu itu bergantung pada angin musim, maka dalam waktu tertentu
mereka menetap di Indonesia jika angin musim tidak memungkinkan
untuk kembali. Selama para pedagang India tersebut tinggal menetap,
memungkinkan terjadinya perkawinan dengan
perempuan-perempuan pribumi. Dari sinilah pengaruh kebudayaan India menyebar
dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
2. Teori Ksatria
Teori Ksatria berpendapat
bahwa penyebaran kebudayaan Hindu-Budha yang dilakukan oleh golongan ksatria.
Pendukung teori Ksatria, yaitu:
C.C. Berg menjelaskan bahwa
golongan ksatria turut menyebarkan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Para
ksatria India ini ada yang terlibat konflik dalam masalah perebutan kekuasaan
di Indonesia. Bantuan yang diberikan oleh para ksatria ini sedikit banyak
membantu kemenangan bagi salah satu kelompok atau suku di Indonesia yang
bertikai. Sebagai hadiah atas kemenangan itu, ada di antara mereka yang
dinikahkan dengan salah satu putri dari kepala suku atau kelompok yang
dibantunya. Dari perkawinannya itu, para ksatria dengan mudah menyebarkan
tradisi Hindu-Budha kepada keluarga yang dinikahinya tadi. Selanjutnya
berkembanglah tradisi Hindu-Budha dalam kerajaan di Indonesia.
Mookerji mengatakan bahwa golongan ksatria dari Indialah
yang membawa pengaruh kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia. Para Ksatria ini
selanjutnya membangun koloni-koloni yang berkembang menjadi sebuah kerajaan.
J.L. Moens menjelaskan bahwa proses terbentuknya
kerajaan-kerajaan di Indonesia pada awal abad ke-5 ada kaitannya dengan situasi
yang terjadi di India pada abad yang sama. Sekitar abad ke-5, ada di antara
para keluarga kerajaan di India Selatan melarikan diri ke Indonesia sewaktu
kerajaannya mengalami kehancuran. Mereka itu nantinya mendirikan kerajaan di
Indonesia.
3. Teori Brahmana
Teori ini dikemukakan oleh Jc.Van Leur yang menyatakan bahwa agama dan kebudayaan Hindu-Budha yang datang ke Indonesia dibawa oleh golongan Brahmana (golongan agama) yang sengaja diundang oleh penguasa Indonesia. Pendapatnya didasarkan pada pengamatan terhadap sisa-sisa peninggalan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha di Indonesia, terutama pada prasasti-prasasti yang menggunakan Bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa. Di India bahasa itu hanya digunakan dalam kitab suci dan upacara keagamaan dan hanya golongan Brahmana yang mengerti dan menguasai penggunaan bahasa tersebut.
Teori ini mempertegas bahwa hanya kasta Brahmana yang
memahami ajaran Hindu secara utuh dan benar. Para Brahmanalah yang mempunyai
hak dan mampu membaca kitab Weda (kitab suci agama Hindu) sehingga penyebaran
agama Hindu ke Indonesia hanya dapat dilakukan oleh golongan Brahmana.
4. Teori Arus Balik
Teori ini dikemukakan oleh F.D.K Bosch yang menjelaskan peran aktif orang-orang
Indonesia dalam penyebaran kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Menurut Bosch,
yang pertama kali datang ke Indonesia adalah orang-orang India yang memiliki
semangat untuk menyebarkan Hindu-Budha. Karena pengaruhnya itu, ada di antara
tokoh masyarakat yang tertarik untuk mengikuti ajarannya. Pada perkembangan
selanjutnya, banyak orang Indonesia sendiri yang pergi ke India untuk berziarah
dan belajar agama Hindu-Budha di India. Sekembalinya di Indonesia, merekalah
yang mengajarkannya pada masyarakat Indonesia yang lain.
C. Jalur Masuknya Agama Hindu Budha ke Indonesia
1. Melalui jalur laut
Para penyebar agama dan budaya Hindu-Budha yang menggunakan jalur laut datang
ke Indonesia mengikuti rombongan kapal-kapal para pedagang yang biasa
beraktivitas pada jalur India-Cina. Rute perjalanan para penyebar agama dan
budaya Hindu-Budha, yaitu dari India menuju Myanmar, Thailand. Semenanjung
Malaya, kemudian ke Nusantara. Sementara itu, dari Semenanjung Malaya ada yang
terus ke Kamboja, Vietnam, Cina, Korea dan Jepang. Di antara mereka ada yang
langsung dari India menuju Indonesia dengan memanfaatkan bertiupnya angina
muson barat.
2. Melalui jalur darat
Para penyebar agama dan budaya Hindu-Budha yang menggunakan jalur darat
mengikuti para pedagang melalui Jalan Sutra, dari India ke Tibet terus ke utara
sampai dengan Cina, Korea, dan Jepang. Ada juga yang melakukan perjalanan dari
India Utara menuju Bangladesh, Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya kemudian
berlayar menuju Indonesia. Raja secara khusus mendatangkan Brahmana ke Indonesia
meminta Brahmana untuk mengajar agama Hindu di lingkungan istananya. Teori ini
didukung dengan adanya bukti bahwa terdapat koloni India di Malaysia dan pantai
Timur Sumatera yang banyak ditempati oleh orang Keling dari India Selatan yang
memerlukan kaum Brahmana untuk upacara agama (perkawinan dan kematian).
Keraguan akan teori ini :
- Mempelajari bahasa Sansekerta merupakan hal yang sangat sulit jadi tidak mungkin dilakukan oleh raja-raja di Indonesia yang telah mendapat kitab Weda untuk mengetahui isinya bahkan menyebarkan pada yang lain. Sehingga pasti memerlukan bimbingan kaum Brahmana dalam mempelajarinya.
- Menurut ajaran Hindu kuno seorang Brahmana dilarang untuk menyeberangi lautan apalagi meninggalkan tanah airnya. Jika ia melakukan hal tersebut maka ia akan kehilangan hak akan kastanya. Sehingga mendatangkan para Brahmana ke Indonesia bukan merupakan hal yang wajar.
Keraguan akan teori ini :
- Mempelajari bahasa Sansekerta merupakan hal yang sangat sulit jadi tidak mungkin dilakukan oleh raja-raja di Indonesia yang telah mendapat kitab Weda untuk mengetahui isinya bahkan menyebarkan pada yang lain. Sehingga pasti memerlukan bimbingan kaum Brahmana dalam mempelajarinya.
- Menurut ajaran Hindu kuno seorang Brahmana dilarang untuk menyeberangi lautan apalagi meninggalkan tanah airnya. Jika ia melakukan hal tersebut maka ia akan kehilangan hak akan kastanya. Sehingga mendatangkan para Brahmana ke Indonesia bukan merupakan hal yang wajar.
D. Pengaruh Agama Hindu Budha Di Indonesia
a. Seni Bangunan
Seni bangunan yang menjadi bukti berkembangnya pengaruh Hindu-Buddha
di Indonesia pada bangunan Candi. Candi Hindu maupun Candi Buddha yang
ditemukan di Sumatera, Jawa dan Bali pada
dasarnya merupakan perwujudan akulturasi budaya lokal dengan bangsa India. Pola
dasar candi merupakan perkembangan dari zaman prasejarah tradisi megalitikum,
yaitu bangunan punden berundak yang mendapat pengaruh Hindu-Buddha, sehingga
menjadi wujud candi, seperti Candi Borobudur.
b. Seni Rupa/Seni Lukis
Unsur seni rupa atau seni lukis India telah masuk ke
Indonesia. Hal ini terbukti dengan telah ditemukannya area Buddha berlanggam
Gandara di kota Bangun, Kutai. Juga patung Buddha berlanggam Amarawati
ditemu-kan di Sikendeng (Sulawesi Selatan).
Seni rupa India pada Candi Borobudur ada pada relief-relief ceritera Sang
Buddha Gautama. Relief pada Candi Borobudur pada umumnya lebih menunjukkan
suasana alam Indonesia, terlihat dengan adanya lukisan rumah panggung dan
hiasan burung merpati. Di samping itu, juga terdapat hiasan perahu bercadik.
Lukisan-lukisan tersebut merupakan lukisan asli Indonesia, karena lukisan
seperti itu tidak pernah ditemukan pada candi-candi yang ada di India. Juga
relief Candi Prambanan yang memuat ceritera Ramayana.
c. Seni Sastra
Seni sastra India turut memberi corak dalam seni sastra Indonesia. Bahasa Sanskerta sangat besar
pengaruhnya terhadap perkembangan sastra Indonesia. Prasasti-prasasti awal
menunjukkan pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia, seperti yang ditemukan di
Kalimantan Timur, Sriwijaya, Jawa Barat, Jawa Tengah. Prasasti itu ditulis
dalam bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa.
d. Kalender
Diadopsinya sistem kalender atau penanggalan India di
Indonesia merupakan wujud dari akulturasi, yaitu dengan penggunaan tahun Saka.
Di samping itu, juga ditemukan Candra Sangkala atau kronogram dalam usaha memperingati
peristiwa dengan tahun atau kalender Saka. Candra Sangkala adalah angka huruf
berupa susunan kalimat atau gambaran kata. Bila berupa gambar harus dapat
diartikan ke dalam bentuk kalimat.
e. Kepercayaan dan Filsafat
Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke Indonesia, bangsa
Indonesia telah mengenal dan memiliki kepercayaan, yaitu pemujaan terhadap roh
nenek moyang. Kepercayaannya itu bersifat animisme dan dinamisme. Kemudian,
masuknya pengaruh Hindu-Buddha, ke Indonesia mengakibatkan terjadinya
akulturasi. Masuk dan berkembangnya pengaruh terutama terlihat dari segi
pemujaan terhadap roh nenek moyang dan pemujaan dewa-dewa alam.
f. Pemerintahan
Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha, bangsa Indonesia
telah mengenal sistem pemerintahan. Sistem pemerintahan kepala suku berlangsung
secara demokratis, yaitu salah seorang kepala suku merupakan pemimpin yang
dipilih dari kelompok sukunya, karena memiliki kelebihan dari anggota kelornpok
suku lainnya. Akan tetapi, setelah masuknya pengaruh Hindu-Buddha, tata
pemerintahan disesuaikan dengan sistem kepala pemerintahan yang berkembang di
India. Seorang kepala pemerintahaii bukan lagi seorang kepala suku, melainkan
seorang raja, yang memerintah wilayah kerajaannya secara turun-temurun (Bukan
lagi ditentukan oleh kemampuan, melainkan oleh keturunan).
Daftar Pusaka
Soekmono, R.
1973, Pengantar Sejarah Kebudayaan
Indonesia jilid 2, Yogyakarta : Kanisius.
Marwati Djoened
Posponegoro, Nugroho Notosusanto, 1984, Sejarah
Nasional Indonesia jilid II, Jakarta: Balai Pustaka.
I Wayan Badrika,
2006, Sejarah untuk SMA Kelas XI Program
Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta:
Erlangga
Mohammad Iskandar dkk, 2007, Sejarah Indonesia dalam Perkembangan Zaman, untuk SMA XI IPS,
Ganesa